Cuaca hari itu sedang terik. Darta (78), bapak tua dengan gembolan
keresek besar mencoba mencari tempat untuk menjajakan jualannya.
Mengenakan baju putih dan penutup kepala merah kusam, Darta membuka
lapak tepat di seberang pintu utama kampus Institut Teknologi Bandung
(ITB).
Darta adalah penjual amplop. Jika kebetulan melintas di
sekitar Masjid Salman ITB, ada sosok kakek renta yang sangat setia
dengan 'profesinya'. 12 Tahun sudah bapak tiga anak ini menjual lembaran
demi lembaran kertas segi empat, yang kini sebenarnya sudah tergerus
zaman.
Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah
berlalu. Kini serba praktis. Amplop pun kini bukan jadi pilihan utama
bagi kebanyakan orang.
Cukup ternganga memang, ketika di
sekitaran Jalan Ganeca, Bandung orang menjajakan dengan barang serba
bernilai, Darta hanyalah menjual kertas amplop.
Merdeka.com, saat
itu mencoba menghampiri bapak tua tersebut. Tak kuasa melihat
kondisinya. Tangannya gemetar, kakinya kusam, pendengaran pun sudah tak
sempurna.
"Ini amplop cep (panggilan buat orang yang lebih muda)," kepada merdeka.com, saat menanyakan barang apa saja yang dijual.
Dia
menjual amplop ukuran kecil 5x3 cm dan besar 10x9 cm. Kertas amplop
berisi 10 itu dibungkus ke dalam plastik. "Yang besar Rp 1.000 isinya
10, kalau yang kecil Rp 2.000 isinya 20," terangnya.
Sungguh terkaget mendengar harga yang ditawarkan. Mengapa kakek menjual semurah itu? "Saya masih dapat untung kok," jawab kakek.
Kata
dia, dalam satu bungkus plastik yang berisikan 10 amplop, bisa meraup
untung Rp 200. begitu juga dengan yang amplop kecil berisi 20.
Berarti
kakek hanya ambil untung Rp 200 saja? "Iya bapak beli Rp 800, jual Rp
1.000 Itu juga patut disyukuri. Bapak masih bisa makan, dan yang pasti
bapak sehat," ucap kakek yang enggan menaikkan harga amplopnya lantaran
takut tidak laku.
Mengharukan memang mendengar jawaban jujur
Darta. Keuntungan yang tidak seberapa, tapi dirinya berjuang untuk
hidup. Istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sedangkan
anak-anaknya, terlalu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.
"Dari pada saya mengemis, lebih baik saya berjualan, bapak masih kuat kok," jawab Darta dengan senyum.
Kebetulan
hari itu Darta cukup laris jualan amplopnya. "Sudah 20 plastik habis,"
ungkapnya sembari mengucapkan Alhamdulilah. 20 Bungkus dikalikan Rp
1.000 berarti, sudah mendapatkan Rp 20 ribu.
Paling banyak kakek ini pernah mendapatkan Rp 50 ribu. "Alhamdulilah itu juga, suka ada yang ngasih lebih," ujarnya.
Tapi,
jika belum rezekinya, Darta tidak pernah mendapatkan uang sama sekali.
"Pernah muter-muter tidak laku dijual, atau ya kadang dapat Rp 10 ribu
atau Rp 15 ribu," ujarnya dengan suara lirih.
Tak selalu
rezekinya di dapat di sekitaran kampus ITB, Darta pun mencoba
peruntungannya di tempat lain. Biasanya dia membuka lapak di Simpang
Lima, Dago, Bandung.
Atau di sekitaran Jalan Sukajadi, tepatnya
di depan Rumah Sakit Sukajadi. Besar perjuangan Darta. Semua dia lakukan
dengan berjalan kaki. Jarak ketiga tempat itu berjauhan. Diperkirakan
Jalan Ganeca-Simpang Lima 2 kilometer, Jalan Ganeca-Sukajadi sekitar 5
kilometer.
"Bapak kuat kok, kalau pakai angkot uangnya nanti gak bisa buat makan," imbuhnya.
Tak
ada raut pesimis dalam wajah Darta. Meski hari demi hari dilaluinya
dengan sulit, tapi dirinya yakin bahwa Tuhan telah memberikan jalan
terbaik.
"Dulu bapak pernah jadi tukang sapu di SMA 3 dan 5
Bandung, tapi Bapak memutuskan untuk jualan saja, yang penting bapak
tidak minta-minta," ujarnya.
Tampak raut wajah sumringah di
sela-sela obrolan. Sebab beberapa pembeli ada yang memborong amplopnya.
Dia mengaku ingin pulang bisa lebih sore.
"Pengen pulang cepat,"
singkatnya, yang sudah mengantungi Rp 30 ribu hari itu. Darta bertempat
tinggal di Desa Cipicung, RT 6/RW1, Kabupaten Bandung. Jarak desa ini ke
tempat kakek berjualan diperkirakan mencapai 20 kilometer.
"Bapak berangkat jam setengah 5 subuh. Di jalan bisa sampai dua jam. Ongkosnya bisa mencapai Rp 12 ribu, bolak-balik," katanya.
Sungguh
perjuangan luar biasa. 12 tahun lebih menjual amplop, Darta tak pernah
mengeluh. "Tuhan punya jalan bagi orang yang mau berusaha," ujarnya
menutup pembicaraan.
Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-pak-tua-jujur-si-penjuallop.html
Agen Ceme keren bgt cerita nya.. :)
ReplyDeleteCasino Online mantep dah cerita nya
ReplyDeletekejujuran yang sangat luar biasa :)
ReplyDeletehttp://www.maxisbola.com/NewIndex.aspx