Friday, April 19, 2013

Kisah Penjual Pisang Keliling Nan Jujur



Seperti biasanya malam itu (sekitar pkl 21.30 wib) saya dan dua orang tetangga kompleksku ngobrol di gardu siskamling samping rumahku. Sedang asyik kami ngobrol-ngobrol, dari soal politik, olah raga sampe masalah warga kompleks dibahas dengan lugas layaknya talk show di TV-TV yang sedang marak, lewatlah seorang tukang pisang dengan ditemani seorang bocah seumuran anak SD, menjajakan dagangannya.

“Pisang… pisang..,” begitu teriaknya. Terhenti sejenak obrolan kami mengamati si tukang pisang tersebut, muncul beberapa pertanyaan diantara kami, “Mengapa sudah malam begini masih ada saja tukang pisang keliling?” celetuk salah satu tetangga sebut saja Dedi. “Kenapa bawa anak kecil segala?” tandas Eri tetangga ku dengan kritisnya. “Ada apa keranjang pisangnya dipegangi anaknya itu?” tanyaku dengan penuh selidik.

Akhirnya kami mencoba menegurnya, “Wah, malam-malam masih ada pisang ya mang?” tanyaku.

“Iya pak, ada pisang raja dan ambon, masih seger dan masak dipohon pak” sahut si tukang pisang. “Ini anak mamang?” tanya Dedi. “Iya pak, anak saya yang ke dua,” sahutnya.

“Kok malam-malam ikut jualan apa tidak belajar?” tanya Eri penasaran. “Sudah belajar pak tadi sore sebelum nganter bapak jualan” jawab anak itu. “Kok Bapak malam-malam masih jualan bawa anak lagi, apa gak kasihan anak Bapak kan besok pagi-pagi harus ke sekolah” tanya ku.

“Bapak saya buta, jadi terpaksa harus diantar kalau mau jualan keliling pak” sahut anak itu menjelaskan. Kami begitu kaget mendengar penjelasan seorang bocah ingusan yang begitu berbakti kepada orang tuanya yang sedang berusaha itu.

Bagaimana tidak, seorang penjual pisang sampai malam begitu dia keliling kompleks ditemani anaknya yang sesuai SD itu. “Bapak kalau pagi mangkal di dekat pasar, selepas Ashar beliau keliling komplek pak, untuk menjual sisa dagangannya,” timpal anak itu. Itu semua dilakukan demi menghidupi dua anak dan sang istri. Dengan rasa simpati kami saling bisik-bisik untuk membelinya.

Karena begitu terharu saya dan dua orang tetanggaku membeli pisang dengan melebihkan pembayaran dari harga yang ditawarkanya. Tapi apa yang kami lakukan rupanya mendapat tanggapan berbeda dari si tukang pisang “Ini pak, kembaliannya seribu rupiah,” tukas si tukang pisang. “Sudah buat bapak dan anak bapak saja,” jawab kami serempak tanpa sadar.

“Maaf pak saya jualan bukan pengemis,” sahutnya. Dia mengembalikan semua kelebihan uang kami yang sebenarnya sengaja kami berikan. Kemudian si tukang pisang permisi dan pergi bersama anaknya menjajakan dagangannya sembari menuju pulang ke kampungnya.

Terbetik dalam sanubari kami masing-masing, masih ada orang jujur dan mulia di dunia ini. Uang lebih seribu rupiah pun tidak dia terima (karena bukan haknya) demi harga diri dan prinsip yang begitu luhur.

“Saya jualan bukan pengemis pak,” dinyatakan oleh seorang tukang pisang yang buta. Ada dua pelajaran berharga yang kita bisa petik dari kisah tersebut:

Pertama seandainya mental itu (tidak rakus pada harta yang bukan haknya) ada di sanubari semua penjabat kita tentu triliunan rupiah uang negara (rakyat) yang bisa diselamatkan di negeri ini untuk mensejahtera kan umat, tidak terkecuali kita juga tentunya.

Kedua betapa optimisnya si tukang pisang, dengan kondisi yang buta dia keliling kompleks sampai larut malam mencari rejeki, sementara kita orang yang lebih beruntung (mata normal) mungkin sudah santai nonton TV atau beranjak tidur.

Semoga kita bisa lebih mensyukuri nikmat dan anugerah Tuhan kepada kita semua.

( Ditulis & Dikirim oleh : Monang Butar Butar, 26 Juli jam 11:05)

Wednesday, April 10, 2013

Ternyata Masih Ada Orang Jujur di Jakarta

Minggu kemarin, saya ditelepon tante saya. Ia mengabarkan bahwa ada orang yang mencari saya. Saat saya menemui orang itu, ternyata mereka (pasangan suami istri) mengantarkan dompet saya yang tertinggal di Thamrin City di kawasan Tanah Abang. Ya ampun, saya sendiri tidak ngeh kalau dompet saya tertinggal. Memang paginya saya sempat ke Thamrin City.

Terima kasih banyak ya, Mas dan Mbak yang sudah baik hati mau mengantarkan dompet saya ke rumah. Alhamdulillah, ternyata dompet dan isinya masih menjadi milik saya. Lengkap tanpa kurang suatu apapun. Bahkan hilang sepeser pun tidak.

Dari cerita Mas tersebut, sebut saja namanya Ibnu, ketika memarkir motornya di parkiran Tanah Abang, Mas Ibnu melihat dompet tergeletak. Ia dan istrinya (dan puterinya yang berusia 1,5 tahun) langsung memutuskan mengantar dompet itu padahal mereka baru saja sampai di pusat perbelanjaaan tersebut. Padahal rumah mereka (di Pondok Gede) jauh dari kediaman saya di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Dari kawasan Tanah Abang ke Cipinang juga lumayan jauh ditambah kemacetan rutin di Jakarta. Tapi mereka tetap bersusah payah ke rumah saya berbekal alamat yang tertera pada KTP. 

Ketika menyerahkan dompet mereka meminta saya mengecek apakah ada uang atau kartu atau barang lain yang hilang dan menyarankan menelepon Customer Service (CS) bank guna memastikan status dari kartu-kartu ATM saya. 

Alhamdulillah, transaksi terakhir yang tercatat pada sistem bank adalah penarikan yang saya lakukan sendiri sebelum pergi ke pusat perbelanjaan tersebut. Bahkan kata CS bank tidak ada data kesalahan pemasukan PIN. Artinya, tidak ada yang mencoba untuk menggunakan kartu itu. 

Alhamdulillah, Ya ALLAH, hamba bersyukur sekali bahwa dompet itu ditemukan oleh orang yang jujur dan baik hati. Benar-benar terharu dan tidak menyangka.

Untuk Mas dan Mbak yang baik hati, jelas saya tidak dapat membalas kebaikan hati, ketulusan serta kejujuran Mas dan Mbak. Tapi ALLAH Mahamengetahui. Semoga ALLAH SWT membalas dengan kebaikan & keberkahan yang berlipat. Semoga kebaikan Mas dan Mbak dicatat sebagai amalan yang besar dan menjadi syafa’at di dunia akhirat. 

Sejak kemarin sore saya selalu mengirimkan Al Fatihah dan doa agar kiranya Mas dan Mbak sekeluarga senantiasa dilindungi ALLAH SWT. Semoga ALLAH senantiasa memberikan banyak kemudahan, keselamatan, kebahagiaan juga kesejahteraan untuk Mbak, Mas dan keluarga. Semoga ALLAH senantiasa pula membukakan pintu rizki yang lapang lagi luas serta tak berbatas untuk Mas, Mbak dan keluarga. Amiin, Allahumma Amiin.  Segala puji hanya bagi-Mu, Ya Rabb…

Thank YOU ALLAH, Thank YOU ALLAH, Thank YOU ALLAH…

*) teruntuk Mas Ibnu dan keluarga di Ujung Aspal, Pondok Gede: May ALLAH always bless you…

Jakarta, 27 Maret 2012

Sumber : http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/03/27/ternyata-masih-ada-orang-jujur-di-jakarta-449566.html

Kisah Nyata Tukang Sampah di Stasiun Kota Jakarta



Kisah mengharukan tentang kehidupan seorang tukang sampah di Jakarta ini diceritakan oleh seorang kaskuser yang merupakan pegawai kantor di daerah sana. Sang tukang sampah tidak banyak bicara, namun perilaku beliau sungguh menusuk hati kita semua. Derajat moralnya jauh lebih tinggi daripada moral tokoh-tokoh politik negeri ini yang terlibat kasus korupsi. Mari kita simak kisah nyata singkat tentang seorang Tukang Sampah ini.

Kisah Nyata Tukang Sampah di Stasiun Kota Jakarta

Barusan ane istirahat makan di kantor ane, kebetulan kantor ane di daerah yang lumayan 'minus' sih gan.. kalo agan-agan yang ada di Jakarta mungkin tau daerah Stasiun Kota kaya gimana.

Banyak
pengemis, gelandangan, dan orang-orang yang tingkat kehidupannya (maaf) dibawah kesejahteraan.

Sebelum nyari makan, ane beli rokok dulu gan biar tar abis makan ga bingung nyari rokok.. Ane nyalain satu batang..

Sambil nge-rokok ane jalan buat nyari tempat yang enak buat duduk dan makan.

Sampe akhirnya ane nemu sebuah tempat yang menurut ane enak dan teduh,ane celingukan soalnya semua tempat duduk uda dipake orang-orang.

Di sela-sela celingukan ane, seorang bapak tua bilang ke ane:

"Silakan pak, disini aja duduk sama saya" katanya..

Ane iyain aja gan, meskipun rada panas tapi yang ada cuman disitu doang..

Ane perhatiin bapak itu gan, orangnya uda tua banget, kurus, giginya uda ompong,rambutnya uda putih semua, bawa-bawa tas besar ama kresek isinya plastik-plastik gitu..

Ane ga sempat foto gan,ga enak juga kalo ane moto2, tar dikira apaan..

Dimulailah obrolan ane ama bapak itu gan

Ane : A

Bapak: B

A: lagi nunggu apa pak?

B: nggak mas, ini cuma duduk-duduk aja abis
cari sampah seharian, capek..

A: Jalan dari jam brapa pak?

B: dari pagi mas, uda lumayan banyak dapetnya ini..

A: oohhh...
Obrolan sempat brenti bentar gan, ane nikmatin rokok, bapaknya ngerapiin plastik2nya gitu..

Sampe pada akhirnya ane liat si Bapak pijet2in kepalanya gitu sambil hela napas panjang..
A: pusing ya pak? siang2 panas gini emang bikin pusing..

B: (ketawa kecil) iya mas.. agak pusing kepala saya..

A: bapak ngerokok? ini kalau bapak mau.. (sambil ane sodorin rokok ane yang tinggal sebatang)

B: nggak mas makasih, saya nggak ngerokok.. sayang uangnya,mending buat makan daripada beli rokok.. lagian ga bagus juga buat badan.

Dalem ati gw rada tertohok juga gan..

A: iya juga sih pak.. (nginjek rokok ane)

Abis itu gw denger suara perut gan.. *kruuuuukk* gitu..

Gw spontan noleh ke arah si bapak.

A: Bapak belum makan pak?

B: (senyum) belum mas, aga nanti mungkin..

A: wah, tar tambah pusing pak?

B: iya mas, saya udah biasa kok..

Ga lama, kedengeran lagi bunyi perutnya gan..

A: Bapak beneran ga mau makan pak?

B: iya mas,nanti aja...

Gw uda ngerasa kalo bapak ini bukannya ga mau makan gan,tapi beliau ga punya uang buat makan..

A: bentar ya pak, saya ke warung dulu pesen makan..

B: oh.. iya mas, silakan..

Ane nyamperin tukang nasi padang terdekat, ane pesen buat ane sendiri ama ane inisiatif beliin nasi ma ayam buat si bapak. Selese pesen, ane bawa tu nasi dua piring ke tempat duduk tadi, trus duduk..

Ane mau langsung ngasi tapi kok ane takut kalo bapaknya salah tangkep ato tersinggung gan, jadi ane akting dikit..

Ane pura-pura dapet telpon dari temen ane
A: (pura2 telpon) yaaah? ga jadi kesini? uda gw beliin nih... ooohh.. gitu... yauda deh gapapa..

*belaga tutup telpon*

A: wah payah nih temen saya,uda dibelikan makanan ternyata ga jadi..

B: (senyum) ya ga papa mas,dibungkus aja nanti bisa dimakan sore..

A: wah, keburu basi pak kalo nanti sore.. dimakan sekarang pasti ga abis.. gimana ya? mmmm... Bapak kan belum makan siang,ini makanan daripada sayang ga ada yang makan gimana kalo bapak aja yang makan pak? nemenin saya makan sekalian pak..

B: waduh mas, saya ga punya uang buat bayarnya..

Tepat dugaan ane, dalem ati..

A: gapapa pak, makan aja.. saya bayarin dah! saya lagi ulang taun hari ini..(bo'ong)

B: wah.. beneran ga papa mas? saya malu..

A: lho? ngapain malu pak? udah bapak makan aja..

B: iya mas, selamat ulang tahun ya mas..

A: iya pak.. bapak mau mesen minum sekalian nggak? saya mau pesen..

B: nggak mas.. nggak usah..

Ane manggil tukang minuman, ane mesen 2 es teh manis..

B: lho mas? saya nggak pesen..

A: iya pak, saya beli dua.. haus banget soalnya..(ane bo'ong lagi gan)

Tanpa gw duga gan, si bapak netes aermatanya.. beliau ngucap syukur berkali kali.. beliau ngomong ke ane..

B: mas, saya makasih sudah dibelikan makanan.. saya belum makan dari kemarin sebetulnya. cuma saya malu mas, saya inginnya beli makan sama uang sendiri karena saya bukan pengemis.. saya sebetulnya lapar sekali mas, tapi saya belum dapet uang hasil nyari sampah..

Ane tertegun denger omongan beliau gan, ga sadar ane ikut ngerasa perih banget dalem ati.. nyesek banget dalem ati ane,ane secara ga sadar hampir netesin aermata.. tapi ane berlagak cool..

A: ya
uda, bapak makan aja nasinya.. nanti kalau kurang saya pesankan lagi ya pak? jangan malu-malu..

B: (masi nangis) iya mas.. makasih banyak ya mas.. nanti yang diatas yang bales..

A: iya pak makasi doanya..

Akhirnya ane makan berdua ama beliau,sambil cerita-cerita..

Dari cerita beliau ane tau kalo beliau punya dua anak, yang atu uda meninggal karena kecelakaan. yang atunya uda pergi dari rumah ga pulang-pulang udah 3 tahun. istri beliau uda meninggal kena kanker tahun lalu. dan parahnya lagi rumahnya diambil ama orang kredit gara-gara ga bisa ngelunasin uang pinjaman buat ngobatin istrinya..

Miris banget ane dengerin cerita beliau gan, sebatang kara, ga punya rumah, jarang makan.. malah beliau crita pernah dipalak preman waktu mulung di jakarta..

Rasanya ane beruntung banget ama kondisi ane sekarang, ane nyesel pernah ngeluh tentang kerjaan ane, tentang kondisi kosan ane, dsb.. sedangkan bapak ini dengan kondisi yang serba kekurangan masih selalu tersenyum..

Rasanya sepiring nasi padang dan segelas es teh yang ane kasi ga setimpal banget ama pelajaran yang ane dapet..

Tadi ane belum ambil uang, jadi ane cuma ngasi seadanya kembalian dari warung padang ke bapak itu,itupun pake eyel2an dulu ma bapaknya soalnya beliau ga mau dikasi uang. tapi akhirnya dengan sedikit maksa ane kasi uang ke beliau. ane didoain banyak banget ama bapak tadi..

Dan ada satu hal yang bikin ane tercengang waktu mau ninggalin tempat tadi..

Sambil jalan ane noleh ke belakang, si bapak udah ga ada.. ane cariin bentar, ternyata si bapak ada di depan kotak amal masjid masukin duit ke dalem kotakan itu!

Gw makin tersentuh ma beliau.. di tengah-tengah kesulitan yang beliau alami, beliau masi sempet amal! berbagi dengan orang lain..

Ane mewek gan.. ane ngerasa kecil banget sebagai manusia.. ane ngerasa ditunjukin sesuatu yang bener-bener hebat!

Ane berdoa semoga bapak itu dilancarkan segala urusannya, diberi kemudahan dan rejeki berlimpah, dan selalu berada dalam lindungan Tuhan

Catatan :



Sumber kisah nyata ini dari kaskus dengan ciri khas pemakaian kata gan, ane, agan, mewek. Namun link aslinya tidak ditemukan. Foto yang digunakan pun hanya ilustrasi karena penulis aslinya tidak memfoto saat kejadian. Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari cerita mengharukan seorang tukang sampah, yang memiliki harga diri mulia ini.

Mudah-mudahan sang bapak tukang sampah ini diberikan kemuliaan dan semasa hidup bisa mengumpulkan banyak bekal pahala sehingga di surga diberikan balasan melimpah atas kesusahan hidupnya.

Sumber : http://www.ronywijaya.web.id/2012/12/kisah-tukang-sampah-di-stasiun-kota.html

Tuesday, April 9, 2013

Si Miskin yang Jujur, Sopir Baik Hati & Penumpang Budiman

Suatu hari saya naik angkutan kota dari Darmaga menuju Terminal Baranangsiang, Bogor. Pengemudi angkot itu seorang anak muda. Didalam angkot duduk 7 penumpang, termasuk saya. Masih ada 5 kursi yg belum terisi. Di tengah jalan, angkot2 saling menyalip untuk berebut penumpang. Tapi ada pemandangan aneh. Di depan angkot yg kami tumpangi, ada seorang ibu dgn 3 orang anak remaja berdiri di tepi jalan. Tiap ada angkot yg berhenti dihadapannya, dari jauh kami bisa melihat si ibu bicara kepada supir angkot, lalu angkot itu melaju kembali.

Kejadian ini terulang beberapa kali. Ketika angkot yg kami tumpangi berhenti, si ibu bertanya: “Dik, lewat terminal bis ya?”, supir tentu menjawab “ya”. Yang aneh si ibu tidak segera naik. Ia bilang “tapi saya dan ke 3 anak saya tidak punya ongkos.” Sambil tersenyum, supir itu menjawab “gak papa Bu, naik saja”, ketika si Ibu tampak ragu2, supir mengulangi perkataannya “ayo bu, naik saja, gak papa ..”

Saya terpesona dgn kebaikan Supir angkot yg masih muda itu, di saat jam sibuk dan angkot lain saling berlomba untuk mencari penumpang, tapi si Supir muda ini merelakan 4 kursi penumpangnya untuk si ibu & anak2nya.

Ketika sampai di terminal bis, 4 penumpang gratisan ini turun. Si Ibu mengucapkan terima kasih kepada Supir. Di belakang ibu itu, seorang penumpang pria turun lalu membayar dengan uang Rp.20 ribu. Ketika supir hendak memberi kembalian (ongkos angkot hanya Rp.4 ribu) Pria ini bilang bahwa uang itu untuk ongkos dirinya & 4 penmpang gratisan tadi. “Terus jadi orang baik ya, Dik ” kata pria tersebut kepada sopir angkot muda itu ...

Sore itu saya benar2 dibuat kagum dengan kebaikan2 kecil yg saya lihat. Seorang Ibu miskin yg jujur, seorang Supir yg baik hati, & seorang penumpang yg budiman. Mereka saling mendukung untuk kebaikan.

Andai separuh saja bangsa kita seperti ini, maka dunia akan takluk oleh kebaikan kita! Silahkan disebar jika menurut anda hal ini patut di contoh sebagai cara berbuat kebajikan.

- (Kukuh Nirmala, di Jakarta) -

Sumber : http://situs-lakalaka.blogspot.com.au/2012/10/si-miskin-yang-jujur-sopir-baik-hati.html

Kisah Pak Tua Jujur si Penjual Amplop

Cuaca hari itu sedang terik. Darta (78), bapak tua dengan gembolan keresek besar mencoba mencari tempat untuk menjajakan jualannya. Mengenakan baju putih dan penutup kepala merah kusam, Darta membuka lapak tepat di seberang pintu utama kampus Institut Teknologi Bandung (ITB).

Darta adalah penjual amplop. Jika kebetulan melintas di sekitar Masjid Salman ITB, ada sosok kakek renta yang sangat setia dengan 'profesinya'. 12 Tahun sudah bapak tiga anak ini menjual lembaran demi lembaran kertas segi empat, yang kini sebenarnya sudah tergerus zaman.

Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu. Kini serba praktis. Amplop pun kini bukan jadi pilihan utama bagi kebanyakan orang.

Cukup ternganga memang, ketika di sekitaran Jalan Ganeca, Bandung orang menjajakan dengan barang serba bernilai, Darta hanyalah menjual kertas amplop.

Merdeka.com, saat itu mencoba menghampiri bapak tua tersebut. Tak kuasa melihat kondisinya. Tangannya gemetar, kakinya kusam, pendengaran pun sudah tak sempurna.

"Ini amplop cep (panggilan buat orang yang lebih muda)," kepada merdeka.com, saat menanyakan barang apa saja yang dijual.

Dia menjual amplop ukuran kecil 5x3 cm dan besar 10x9 cm. Kertas amplop berisi 10 itu dibungkus ke dalam plastik. "Yang besar Rp 1.000 isinya 10, kalau yang kecil Rp 2.000 isinya 20," terangnya.

Sungguh terkaget mendengar harga yang ditawarkan. Mengapa kakek menjual semurah itu? "Saya masih dapat untung kok," jawab kakek.

Kata dia, dalam satu bungkus plastik yang berisikan 10 amplop, bisa meraup untung Rp 200. begitu juga dengan yang amplop kecil berisi 20.

Berarti kakek hanya ambil untung Rp 200 saja? "Iya bapak beli Rp 800, jual Rp 1.000 Itu juga patut disyukuri. Bapak masih bisa makan, dan yang pasti bapak sehat," ucap kakek yang enggan menaikkan harga amplopnya lantaran takut tidak laku.

Mengharukan memang mendengar jawaban jujur Darta. Keuntungan yang tidak seberapa, tapi dirinya berjuang untuk hidup. Istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sedangkan anak-anaknya, terlalu sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

"Dari pada saya mengemis, lebih baik saya berjualan, bapak masih kuat kok," jawab Darta dengan senyum.

Kebetulan hari itu Darta cukup laris jualan amplopnya. "Sudah 20 plastik habis," ungkapnya sembari mengucapkan Alhamdulilah. 20 Bungkus dikalikan Rp 1.000 berarti, sudah mendapatkan Rp 20 ribu.

Paling banyak kakek ini pernah mendapatkan Rp 50 ribu. "Alhamdulilah itu juga, suka ada yang ngasih lebih," ujarnya.

Tapi, jika belum rezekinya, Darta tidak pernah mendapatkan uang sama sekali. "Pernah muter-muter tidak laku dijual, atau ya kadang dapat Rp 10 ribu atau Rp 15 ribu," ujarnya dengan suara lirih.

Tak selalu rezekinya di dapat di sekitaran kampus ITB, Darta pun mencoba peruntungannya di tempat lain. Biasanya dia membuka lapak di Simpang Lima, Dago, Bandung.

Atau di sekitaran Jalan Sukajadi, tepatnya di depan Rumah Sakit Sukajadi. Besar perjuangan Darta. Semua dia lakukan dengan berjalan kaki. Jarak ketiga tempat itu berjauhan. Diperkirakan Jalan Ganeca-Simpang Lima 2 kilometer, Jalan Ganeca-Sukajadi sekitar 5 kilometer.

"Bapak kuat kok, kalau pakai angkot uangnya nanti gak bisa buat makan," imbuhnya.

Tak ada raut pesimis dalam wajah Darta. Meski hari demi hari dilaluinya dengan sulit, tapi dirinya yakin bahwa Tuhan telah memberikan jalan terbaik.

"Dulu bapak pernah jadi tukang sapu di SMA 3 dan 5 Bandung, tapi Bapak memutuskan untuk jualan saja, yang penting bapak tidak minta-minta," ujarnya.

Tampak raut wajah sumringah di sela-sela obrolan. Sebab beberapa pembeli ada yang memborong amplopnya. Dia mengaku ingin pulang bisa lebih sore.

"Pengen pulang cepat," singkatnya, yang sudah mengantungi Rp 30 ribu hari itu. Darta bertempat tinggal di Desa Cipicung, RT 6/RW1, Kabupaten Bandung. Jarak desa ini ke tempat kakek berjualan diperkirakan mencapai 20 kilometer.

"Bapak berangkat jam setengah 5 subuh. Di jalan bisa sampai dua jam. Ongkosnya bisa mencapai Rp 12 ribu, bolak-balik," katanya.

Sungguh perjuangan luar biasa. 12 tahun lebih menjual amplop, Darta tak pernah mengeluh. "Tuhan punya jalan bagi orang yang mau berusaha," ujarnya menutup pembicaraan.

Sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-pak-tua-jujur-si-penjuallop.html